HUT 18 Komnas Perempuan, Menggapai Generasi X dan Takkan Meninggalkan Korban

Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang lahir dari spirit untuk mulai bekerja dari suara perempuan pada 15 Oktober 2016 lalu menginjak umur 18 tahun. Pada HUT ke 18 ini, Komnas Perempuan mengambil tema “Hadir, Sedia dan Bekerja untuk Korban”.  Memperingati HUT 18 Komnas Perempuan, blogger diundang hadir. Untuk pertama kalinya Komnas Perempuan mengundang blogger dalam blogger gathering ini untuk mengenal lebih jauh Komnas Perempuan dan membantu menyebarkan informasi hak perempuan kepada masyarakat, khususnya dalam memerangi dan memberikan perlindungan terhadap perempuan dari pelecehan dan kekerasan.
Bersama pohon harapan untuk suara yang tak terdengar - docpri

Blogger sedikit demi sedikit sepertinya sudah mulai diakui fungsi dan keberadaannya oleh lembaga negara. Peran blogger di mata Yuniyanti Chuzaifah ada dua, yaitu berperan memberi ruang bagi “suara yang tak terdengar” dan blogger mempunyai kedaulatan yang luar biasa untuk mengangkat “suara yang tak terdengar” itu ke masyarakat.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti - docpri

Di awal pertemuan yang dipandu oleh Ajeng, blogger ditanya sudah mengenal Komnas Perempuan atau belum. Jawaban dari beberapa blogger Komnas Perempuan adalah lembaga yang terbentuk setelah Peristiwa Mei 1998. Sebenernya itu juga aku yakin karena baru baca di brosur Komnas Perempuan yang baru dibagikan saat acara. Beberapa blogger yang hadir ternyata mempunyai pengalaman tersendiri saat terjadinya Peristiwa Mei 98.

Sekilas tentang Komnas Perempuan
docpri
Komnas Perempuan adalah lembaga independen yang didirikan pada tanggal 15 Oktober 1998, tepatnya lima (5) bulan setelah Peristiwa Mei 1998. Tepatnya saat terjadi konsolidasi perempuan korban peristiwa Timor Leste, peristiwa Aceh, peristiwa Papua dan Peristiwa Mei 1998. Dari situlah suara perempuan yang menjadi korban bersatu dan mulai mendapat perhatian Presiden yang saat itu dipimpin oleh B.J. Habibie.

Menurut data TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) terdapat 85 korban kekerasan seksual   pada peristiwa Mei 98. Dalam temuan TGPF sudah terindikasi tiga (3) hal dalam peristiwa Mei 98, antara lain provokator yang terorganisir, massa aktif dan massa pasif . Hal ini yang mendasari Saparinah Sadli untuk menginisiasi konsolidasi dan terbentuknya Komnas Perempuan hingga akhirnya didirikan dengan dasar Keputusan Presiden no.181 tahun 1998 yang ditandatangani oleh mantan Presiden B.J. Habibie tanggal 9 Oktober 1998. Kemudian diterbitkan Peraturan Presiden no.65 tahun 2005 untuk menyesuaikan dengan perkembangan organisasi. 

 “Apabila kerja memberikan keadilan bagi korban kekerasan adalah sebuah mimpi, apakah kita akan membiarkan korban juga bermimpi untuk dapat pulih dari kekerasan yang dialaminya?”
(Saparinah Sadli, 2002)

Dialita - docpri
Komnas Perempuan adalah anak sulung reformasi dan terus berupaya hingga kini memberikan hak korban kekerasan seksual salah satunya dengan cara pemulihan psikologis. Pemulihan psikologis banyak cara, ada yang menggunakan cara dengan membuat motif kbhinekaan pada selendang dan mengharapkan perempuan bisa memakainya. Yuniyanti juga menyebut Paduan Suaraku Dialita sebagai contoh pemulihan psikologis, berisi anggota KdS (Keluarga dalam Sejarah) berkumpul dan bersatu dalam sebuah paduan suara menyanyikan lagu-lagu lama 1965 dan eranya yang dikumpulkan dan dinyanyikan kembali.

Monumen Jarum Mei di Pondok Rangon yang berbentuk tangan yang menjahit luka juga merupakan bentuk pemulihan psikologis korban. Komnas Perempuan tetap berusaha mengawal proses peradilan dan tidak akan meninggalkan korban begitu saja. Banyak korban yang semakin menua, masih memerlukan pendampingan dan menunggu “sesuatu” dari negara. Permintaan maaf secara formal dari beberapa pejabat pemerintah memang sudah terjadi beberapa kali, sayangnya permintaan maaf dari negara belum terjadi sampai detik ini.

Komnas Perempuan Untuk
Acara gathering blogger dengan Komnas Perempuan bertempat di Ruang Persahabatan. Ruang Persahabatan ini ternyata terbuka dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk dipakai kegiatan. Bisa digunakan gratis, tanpa biaya, hanya dengan surat pinjaman. Selain itu Komnas Perempuan mempunyai mural di gedungnya. Tiga mural di gedung Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan):

  • Mural berjudul “Defender” berada di bagian depan gedung. Mural ini karya Lala Bohang ini menggambarkan perempuan pembela HAM. Gambar mural dominan dengan warna ungu, ungu cenderung diartikan sebagai warna feminis.
  •  Mural berjudul “Survivor” atau Penyintas berada di samping gedung. Mural ini juga karya dari Lala Bohang yang menggambarkan penyintas seperti amuba. Penyintas yang mampu bertahan dalam segala kondisi dan tekanan, digambarkan lebih ceria dalam mural tersebut.
‘Meski dalam pusaran persoalan dan konteks konflik, Perempuan tetap bertahan, seperti amuba yang dapat membelah diri, Perempuan korban berhasil bertahan, menggeliat untuk menjaga kehidupan tetap berlangsung. Tampak lentur tapi kuat, tak pernah patah karena terus tumbuh dan bergerak menjadi penyintas”
(Sumber dan Penjaga Kehidupan oleh Lala Bohang)
 
Mural Sengkarut Persoalan - docpri
  • Mural berjudul “Sengkarut Persoalan” berada di belakang gedung dengan tinggi 11 meter. Mural ini karya Mariska Sukarna yang mempunyai arti perempuan selama ini terbelit dengan banyak stigma. Dalam prosesnya seniman mural ini ingin mengikuti kemauan korban agar melalui gambar muralnya dapat menceritakan sejarah di masa lalu.
 
Patung Soildaritas karya Dolorosa S. - docpri
Sebagai lembaga negara pertama dan satu-satunya yang mempunyai mural, ternyata mempunyai harapan agar Komnas Perempuan juga bisa menjadi tempat wisata pengetahuan dan sejarah peristiwa masa lalu melalui foto-foto dan karya seni buatan korban atau seniman yang peduli dengan HAM yang ditunjukkan di berbagai sudut gedung Komnas Perempuan.
 
Ajeng disamping pameran foto - docpri
Kedepannya Komnas Perempuan juga berencana mengadakan kolaborasi dengan blogger, selebtwit, youtuber untuk menjangkau generasi x atau generasi masa kini “era digital”. Sebelumnya Komnas Perempuan sudah berkolaborasi dengan grup Simfoni yang terbentuklah “Sister In Danger” yang ternyata datang dan menghibur kawan blogger di penghujung acara. -RGP-  

Comments

  1. Duh, kalau bicara korban kekerasan seksual selalu ada rasa geram tapi iya benar, sebagian korban tidak tau apa yang harus dilakukan sesudahnya. Kalau ada semacam panduan langkah2 yang bisa dilakukan korban, rasanya perlu sosialisasi lebih luas.

    ReplyDelete
  2. Duh, kalau bicara korban kekerasan seksual selalu ada rasa geram tapi iya benar, sebagian korban tidak tau apa yang harus dilakukan sesudahnya. Kalau ada semacam panduan langkah2 yang bisa dilakukan korban, rasanya perlu sosialisasi lebih luas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sebenarnya ada komnas perempuan,komnas HAM dan LPSK yg sip sedia mberikan perlindungan kpd korban. Bener bgt sosialisasi memang hrus lebih digalakkan.kberadaan blogger salah satunya yg berpwran mba

      Delete

Post a Comment