Media Talk: Cintai Pangan Lokal dan Regenerasi Petani untuk Pertanian Berkelanjutan


Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) bersama Oxfam Indonesia sebagai salah satu LSM Internasional yang berkomitmen untuk mencapai Sustainable Development Goal’s (SDG) mengadakan Media Talk dengan tema “Memajukan Pertanian Berkelanjutan untuk Wujudkan Hak atas Pangan”.  Media talk berlangsung di Hotel Ibis Tamarin pada 30 Oktober 2016 lalu dan mengundang narasumber terkait yaitu Dr.Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, MST. dari Kementerian Pertanian, Noor Avianto dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Dini Widiastuti sebagai Direktur Keadilan Ekonomi Oxfam Indonesia, Khudori sebagai Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, dan artis Dhea Ananda menjadi pembicara mewakili pihak konsumen.

Narasumber Media Talk FAAPPMI & Oxfam - docpri


SDG dipelopori oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UN: United Nations) yang melibatkan 149 negara anggota dan tiga diantara targetnya adalah Mengakhiri kelaparan melalui pencapaian ketahanan pangan (Zero Hunger), Mengurangi tingkat kemiskinan (No Poverty) dan Mempromosikan pertanian yang berkelanjutan (Sustaining consumption and production). Semakin banyak penduduk suatu negara maka akan banyak pula konsumsi pangan suatu negara. Beras adalah salah satu makanan pokok penduduk Indonesia, “belum makan nasi belum kenyang”. Indonesia mengkonsumsi sekitar 124 kilogram beras per kapita per tahunnya, hal ini senada dengan pernyataan dari Tjuk Eko HB.

doc. UN News Centre
Kendala Ketahanan Pangan
Indonesia adalah negara terbesar ketiga yang memproduksi beras terbanyak di dunia, namun sayangnya Indonesia masih merupakan negara importir beras. Hal ini disebabkan para petani di Indonesia menggunakan teknik pertanian yang tidak optimal sedangkan konsumsi beras makin hari makin meningkat. Kepulauan Jawa masih merupakan penghasil beras terbesar di Indonesia. Dalam bentuk kearifan lokal yang disebutkan Tjuk Eko HB., masih banyak petani yang menggunakan metode Pranoto Mongso yang komplex dianggap mampu menjadi metode bercocok tanam yang sesuai untuk menghadapi masa krisis pertanian.
 
docpri
Dengan melihat perubahan cuaca dan iklim yang kini tidak bisa diprediksi seperti dulu, seperti bulan yang berakhiran -er- diasumsikan sebagai bulan air dan memasuki musim hujan. “Faktanya yang terjadi belakangan ini adalah musim kering datang 30 hari lebih cepat dan musim hujam datang 30 hari lebih lambat,” ungkap Khudori. Pergeseran musim dan perubahan karakterisitik curah hujan terjadi sehingga mempersulit perencanaan pola tanam. Selain itu juga adanya pengamatan bahwa hulu air sudah rusak dan sebanyak 0.4% produktivitas padi kita dan lahan bakunya masih stagnan di Indonesia menurut data dari Bappenas yang disampaikan oleh Noor A. Hal ini menyebabkan ketersediaan pangan dan air semakin menipis di Indonesia.

Fakta lain mengatakan, sebanyak 14,25 juta (55,33%) petani adalah petani gurem (petani kecil yang hanya memiliki luas lahan 0,24 Ha) dan sepertiga petani sudah berumur diatas 54 tahun menurut sensus pertanian 2013 yang disampaikan Khudori. Lalu apakah kita akan berdiam diri saja menghadapi ini? Ketahanan pangan suatu negeri juga menentukan ketahanan negara sebuah bangsa.

Regenerasi Petani untuk Pertanian Berkelanjutan
Dini W. dari Oxfam Indonesia mengungkapkan pentingnya peran perempuan dalam meningkatkan pertanian, karena dipercaya kaum hawa bisa lebih telaten dalam mengurus pertanian. “Melalui tangan telaten perempuan dalam memilih benih atau biji yang baik mutunya bisa membantu meningkatkan kualitas produk pertanian itu sendiri,” ujar Dini. Regenerasi petani yang sudah semakin menua juga diperlukan. Untuk itu Oxfam Indonesia bekerjasama dengan Agriprofocus Indonesia dan KRKP (Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan) membuat Pemilihan Duta Petani Muda yang bertujuan untuk mencetak inspirator muda pertanian dan menjadikan pertanian pekerjaan yang membanggakan bagi anak muda.

Logo Duta Petani Muda
Pemilihan Duta Petani Muda sudah berlangsung dua (2) kali, pada tahun 2014 dan tahun 2016. Pemilihannya dapat diikuti oleh anak muda yang berusia dibawah 35 tahun, memiliki usaha pertanian (min.2 tahun) dan tidak terbatas pada tingkat pendidikan tertentu. “Bertani itu Kekinian” menjadi taglinenya karena ditangan anak mudalah kedaulatan pangan negeri ini ditentukan.

Khudori mengungkapkan metode pertanian berbasis ekoregion yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda sebenarnya mampu membantu meningkatkan ketersediaan dan ketahanan pangan. Implementasi pertanian ekoregion salah satunya dengan menetapkan zonasi agroekologi lahan pertanian. Agroekologi menjamin pengelolaan agroekosistem berkelanjutan yang sesuai secara teknis, layak ekonomi, dan diterima secara sosial dan budaya setempat. Agroekologi mampu lebih produktif dan lebih pejal terhadap iklim apapun sesuai dengan rekomendasi panel bentukan FAO (Food and Agriculture Organization) yang berisi 400 ahli dari beragam ilmu pada 15 April 2008
docpri
Pertanian Ekoregion adalah sebuah konsep pertanian berbasis pengelolaan sumber daya alam  dan keanekaragaman hayati yang mengacu pada karakteristik geografis. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar nomor dua di dunia setelah Brazil, sekitar 800 spesies tumbuhan pangan, 1000 spesies tumbuhan medisinal dan ribuan spesies microalgae yang belum dimanfaatkan secara optimal. Diungkapkan oleh Tjuk petani mempunyai teman sejatinya yaitu mikroorganisme yang akan membantu suburnya tanah pertanian.
 
docpri
Untuk itu sasaran kedaulatan pangan menurut agenda Bappenas antara lain Padi akan diarahkan untuk meningkatkan surplus beras, Jagung difokuskan untuk keragaman pangan dan pakan lokal, Kedelai difokuskan untuk mengamankan kebutuhan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu dan tempe, dan Gula, daging sapi serta garam akan difokuskan pada pemenuhan konsumsi rumah tangga dalam 5 tahun kedepan sebagai bentuk kebijakan produksi. Akses pupuk, akses cangkul, akses bibit, akses mendapatkan dana usaha dan peningkatan kualitas untuk para pelaku pertanian juga perlu ditingkatkan untuk mendapatkan pangan yang berkualitas.

Dea Ananda: Cintai Pangan Lokal
Pemerintah melalui Bappenas dan Kementerian Pertanian sudah mempunyai agendanya sendiri untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia. Kita sebagai konsumen juga bisa menciptakan kebiasaan sendiri dimulai dari lingkup keluarga untuk cinta pangan lokal. Dengan cinta pangan lokal setidaknya bisa mengurangi impor pangan ke Indonesia dan pertanian Indonesia menjadi perhatian lebih.

Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) mengundang Dhea Ananda yang kita kenal karirnya dari kecil sebagai salah satu penyanyi dari Trio Kwek-Kwek, hadir sebagai perwakilan konsumen. Diluar dugaan Dhea Ananda sedari kecil tidak dibiasakan dengan makanan cepat saji (fastfood) disaat teman-temannya mengelukan makan cepat saji. Selain itu dibiasakan makan nasi setengah porsi (tidak berlebihan) dan berhenti makan sebelum kenyang. Kebiasaan itu terbawa hingga kini Dhea sudah menikah, berkeluarga dan menularkan kebiasaan pola makannya kepada suami. Sari kacang hijau adalah salah satu minuman yang juga diturunkan dari neneknya dan Dhea meminumnya hingga kini.

Pangan lokal Indonesia sangatlah kaya, Dhea berpendapat untuk mulai menciptakan  tren di anak muda untuk memperkenalkan pangan lokal di Indonesia. “Mencontoh negara Korea Selatan yang memperkenalkan ginseng melalui artis Korea yang sering konsumsi ginseng, mengatakan ginseng baik untuk kesehatan, membawa ginseng kemasan kemanapun mereka pergi untuk suplemen kesehatan sehingga ginseng dikenal oleh negara di luar Korea karena mendengarnya dari fans atau media yang mengikuti perkembangan artis Korea tersebut,” ujar Dhea.
 
docpri
Bagi Dhea, Hidup sehat tidak perlu mahal. “Yang utama tahu pola makan, cara makan dan tipe badan kita,” ujar Dhea. Rajin meminum jus sayur juga tips dari Dhea untuk hidup sehat dan mencintai pangan lokal dengan membeli sayurannya cukup di pasar, bukan ke supermarket. Pasar sekarang lebih bersih dan tidak becek, karena sudah dirapikan dan menjadi tren atau spot foto anak muda yang disebut Pasar Modern (Pasmod). Lucunya kebiasaan Dhea tersebut di mata suami dianggap penghematan yang berlebihan (pelit) namun itu tidak menggoyahkan tekad Dhea untuk mengajak keluarganya cinta pangan lokal dan hidup lebih sehat.

Dhea mengajak teman blogger dan media yang hadir untuk cinta pangan lokal melalui tulisan agar banyak orang yang semakin peduli pangan lokal, karena tanpa kita sadari food waste sudah menguasai 1/3 sampah di Indonesia dan itu harus direduksi. Yuk kita konsumsi pangan lokal dan tidak membuang pangan agar tidak menjadi food waste. Ingatlah selalu kekayaan hayati di Indonesia masih banyak yang perlu dioptimalkan agar kebutuhan pangan masyarakat Indonesia bisa terpenuhi. -RGP-

Comments